Menggali Lebih Dalam Tentang Inflasi
Inflasi, yang sering didefinisikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara bertahap, memiliki dampak yang signifikan pada perekonomian suatu negara.
Fenomena ini memang terjadi secara alami dalam sistem ekonomi dan dapat dipicu oleh berbagai faktor.
Namun, perlu pemahaman yang lebih mendalam tentang penyebab dan dampaknya untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkannya.
Permintaan dan Penawaran: Salah Satu Penyebab Utama Inflasi
Salah satu faktor utama yang menyebabkan inflasi adalah prinsip dasar ekonomi, yaitu hukum permintaan dan penawaran.
Jika permintaan akan suatu barang atau jasa meningkat, sementara penawarannya terbatas, maka harga barang tersebut akan cenderung naik.
Ini adalah refleksi dari mekanisme pasar yang menciptakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan.
Contoh konkret dari dampak hukum permintaan dan penawaran terhadap inflasi adalah fenomena demam "Korean Wave" yang melanda banyak negara, termasuk Indonesia.
Lihat Money Selengkapnya
Delvintor Alfarizi menutup musim perdananya di MX2 lebih cepat karena cedera yang didapat saat turun pada sesi latihan bebas di Turki, yang membuat metacarpal ketiganya patah. Pebalap 22 tahun tersebut kini menatap musim 2024, dan yakin bahwa dengan kerja
Pinjaman online (pinjol) dan judi online disebut menjadi penyebab menurunnya daya beli masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja.
Marak pinjol ini bahkan membuat banyak orang melakukan pinjaman di lebih dari satu platform. Menurutnya satu orang bisa menggunakan 20 platform pinjol.
"Karena mudah sekali, KTP apa dikasih langsung dia pinjam. Apakah legal atau illegal? Nasabah atau masyarakat mana mau tahu. Yang penting saya dapat pinjaman. Nah, bayarnya kumaha engke. Mulainya mungkin dari kecil dari Rp 500 ribu, Rp 1 juta, Rp 2 juta. Tapi karena muter. Ini gali lubang tutup lubang," kata dia saat dalam peluncuran BCA UMKM Fest di Mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (7/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun gaya hidup seperti itu yang membuat masyarakat pun kehilangan harapan karena kesulitan membayar utangnya. Di sisi lain mereka juga harus memenuhi kebutuhan pokok mereka.
"Dulu orang gampang pinjam, tetapi nggak bayar. Artinya dia pinjam tidak sesuai dengan income yang dia peroleh sebenarnya. Untuk kebutuhan apa? Kita nggak tahu lah, untuk macam-macam. Sekarang orang hidupnya hopeless," jelas dia.
Meski begitu, kini keberadaan pinjol juga telah diperketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terutama yang ilegal. Jadi saat ini keberadaan pinjol telah berkurang.
"Sekarang kalau kita lihat sudah jauh berkurang dan secara ketat OJK pun melarang pinjol-pinjol yang tidak resmi. Ya jadi saya pikir ini suatu hal juga perkembangan yang kadang-kadang kita tidak sadari," terangnya.
Setelah hadirnya pinjol, sekarang juga sedang marak judi online yang membuat sebagian masyarakat kecanduan. Masalah ini juga menyeret perbankan karena diindikasi banyak orang yang menggunakan transaksi melalui bank untuk judi online.
"Nah hadirlah namanya si judi online. Ini yang lagi ngetop. Top markotop topik. Bahkan bank di bawa-bawa. Padahal banyak sekali cara orang judi online bukan hanya bank. Ada e-commerce, ada e-wallet-e-wallet, ada juga tunai gitu ya. Banyak sekali yang tidak terdeteksi juga," ungkap dia.
Menurut Jahja, sejumlah aspek itulah yang kini menggerus daya beli masyarakat karena terlilit tanggungan akibat gaya hidup tidak sehat dari pinjol dan judi online. Penurunan daya beli masyarakat ini juga disebut telah dirasakan oleh pelaku usaha besar.
"Nah ini semua menggerogoti daya beli masyarakat. Ini menyebabkan memang terasa sekali. Bahkan bukan hanya, yang menengah saja, beberapa hari yang lalu saya ada lunch bersama beberapa yang lumayan besar. Mereka bilang, teman-teman kita udah hilang, kita dagang, kita rugi," ujarnya.
Pernahkah anda merasa bahwa semakin lama, harga barang dan jasa semakin naik?
Ingatlah masa-masa SD dulu, di mana harga bakso dijual dengan harga yang sangat terjangkau, bahkan bisa mencapai hanya 5.000 rupiah atau bahkan lebih murah lagi.
Namun, di tahun 2023 ini, harga bakso bisa mencapai 15.000 rupiah. Begitu pula dengan ongkos angkot, yang dulu hanya 2.000 rupiah, kini telah naik menjadi 5.000 rupiah.
Fenomena ini tidak hanya terjadi pada bakso atau ongkos angkot, melainkan pada berbagai jenis barang dan jasa.